Cari Blog Ini

Senin, 10 Februari 2020


2 Raja-raja 4:1-38 Elisa, Janda dan perempuan Sunem

Salah seorang abdi Allah yang kepadanya diberikan ruang yang luas dalam Alkitab adalah Elisa. Elisa adalah pengikut Elia, yang pelayanannya ia lanjutkan (lihat 2 Raja-raja 2). Elisa berjalan bersama dengan Tuhan dengan kuasa teramat besar,dan dari begitu banyak mukjizat yang Allah lakukan melaluinya, kita akan mempelajari dua saja di antaranya. Dalam kedua peristiwa ini, fokus perhatian kita adalah pada kemampuan Allah untuk membebaskan orang-orang, yang bersandar kepada Dia, dari masalah yang mereka hadapi.
2 Raja-raja 4:1-7: janda dan kedua anak laki-lakinya
Yang pertama dari kedua peristiwa yang akan kita pelajari dalam studi ini adalah tentang seorang janda dengan kedua anak laki-lakinya. 2 Raja-raja 4:1 menceritakan tentang perempuan ini serta masalah besar yang harus dia hadapi, setelah kematian suaminya.
2Raja-raja4:1
“Salah seorang dari isteri-isteri para nabi mengadukan halnya kepada Elisa, sambil berseru: “Hambamu, suamiku, sudah mati, dan engkau ini tahu, bahwa hambamu itu takut akan TUHAN. Tetapi sekarang, penagih hutang sudah datang untuk mengambil kedua anakku menjadi budaknya.”
Menurut ayat di atas, perempuan ini adalah isteri dari seorang laki-laki yang takut akan Allah, seorang yang menghormati Allah. Sayangnya sang suami meninggal, dan mewariskankepada keluarganya hutang yang tidak sanggup mereka bayar. Akibatnya, penagih hutang datang untuk mengambil kedua putranya dan menjadikan mereka budaknya. Dari sini kita dengan mudah mengerti kedaruratan situasinya: oleh karena hutang yang tidak sanggup ia bayar, perempuan itu terancam kehilangan kedua putranya. Untuk menghadapi masalah ini, ia mengadu kepada Elisa, seorang abdi Allah. Tentu saja, pilihannya untuk lari kepada seorang abdi Allah dalam situasi yang kritis seperti ini, bukanlah sebuah kebetulan. Sebab, manakala waktu sangat terbatas (“penagih hutang sudah datang”adalah bentuk kata kerja berkelanjutan, yang artinya orang itu sedang dalam perjalanan) kita hanya akan datang kepada seseorang yang kita yakini sanggup menolong kita. Jelas sekali, perempuan ini menganggap orang yang sanggup menolongnya adalah Elisa, seorang abdi Allah1. Tampak jelas bahwa ia memutuskan untuk MENGHADAPI kesulitan ini dan menghadapinya BERSAMA DENGAN TUHAN. Setelah membaca apa yang janda itu katakan kepada Elisa, mari kita lihat apa jawaban Elisa kepadanya.
2Raja-raja4:2
“Jawab Elisa kepadanya, “Apakah yang dapat kuperbuat bagimu? Beritahukan kepadaku apa-apa yang kaupunya di rumah.”
Perhatikan kesediaan Elisa untuk menolong. Elisa siap menolong janda itu. Ia tidak menyalahkannya karena berhutang. Menurut pendapat saya pribadi, pastilah janda dan suaminya telah berhutang untuk waktu yang lama sekali hingga mereka sampai ke tahap tidak sanggup lagi membayarnya. Orang tentu tidak sampai ke tahap ini setelah satu atau beberapa hari berhutang dan juga tanpa menangani hal-hal secara salah selama keadaan berhutang itu. Namun, yang penting di sini bukanlah apa yang sudah terlanjur terjadi. Apa yang terjadi, sudah terjadi. Yang penting sekarang bukan masa lalu tetapi saat ini, di mana sang janda membutuhkan bantuan segera dan demi mendapatkan bantuan itu, ia datang mencari Tuhan. Perhatikan juga, bahwa Elisa tidak mencoba mengusir janda itu karena menganggap masalahnya “terlalu sulit”. Elisa tentu tidak punya solusi untuk masalahnya, sebelum Tuhan memberikan solusi ajaib yang akan segera kita baca. Namun demikian, bukan berarti Elisa tidak bersedia menolongnya. Sebaliknya, jawaban Elisa menunjukkan bahwa ia siap untuk menolong dengan cara apa pun yang ia bisa. Pada ayat ke-2 kita melihat jawaban perempuan itu atas pertanyaan Elisa:
2Raja-raja4:2
“Berkatalah perempuan itu: “Hambamu ini tidak punya sesuatu apa pun di rumah, kecuali sebuah buli-buli berisi minyak.”
Janda ini benar-benar berada dalam belitan kemiskinan yang parah. Tidak ada apa-apa lagi di rumahnya selain dari sebuah buli-buli berisi minyak. Tampaknya, dalam usaha membayar hutang, ia telah menjual segalanya. Tidak ada lagi meja, atau tempat tidur, atau peralatan memasak. Satu-satunya yang tertinggal adalah sebuah buli-buli berisi minyak. Namun,buli-buli minyak ini cukup bagi Allah untuk membawa kebebasan baginya. Ayat 3-4 mengatakan:
2Raja-raja4:3-4
"Lalu berkatalah Elisa; “Pergilah, mintalah bejana-bejana dari luar, dari pada segala tetanggamu, bejana-bejana kosong, tetapi jangan terlalu sedikit. Kemudian, masuklah, tutuplah pintu sesudah engkau dan anak-anakmu masuk, lalu tuanglah minyak itu ke dalam segala bejana. Mana yang penuh, angkatlah!”
Melalui Elisa, Allah menyuruhperempuan ini meminjam bejana-bejana kosong dan menuangkan minyak dari buli-bulinya ke dalam bejana-bejana itu. Bila tidak memperhitungkan Allah, perintah seperti ini mungkin terdengar tidak masuk akal sama sekali. Karena secara ilmiah, sebuah buli-buli berisi minyak hanya dapat memenuhi buli-buli lain yang sama ukurannya. Oleh karenanya, secara ilmiah, apa yang dikatakan Elisa kepada janda itu benar-benar mustahil. Namun, memang mustahil bila, saya ulangi, bila kita tidak memperhitungkan Allah. Karena, ketika kita tidak memperhitungkan Allah, segala sesuatu akan sangat berbeda. Allah tidak dibatasi oleh hukum alam. Sesungguhnya, bila mengenai Allah, yang penting bukan apakah sesuatu itu mungkin terjadi secara ilmiah melainkan apakah sesuatu itu adalah kehendak Dia atau bukan. Bila sesuatu merupakan kehendak Dia, maka hal itu akan terjadi, tak peduli apa pun yang hukum alam katakan. Dari apa yang telah kita baca, dapat kita simpulkan bahwa Allah menginginkan kebebasan bagi perempuan ini dari masalahnya, sebagaimana Dia selalu menginginkan anak-anak-Nya untuk hidup dalam kemenangan. Jadi sesuai dengan apa yang Alkitab paparkan, apa yang Elisa katakan sesuai dengan kehendak Allah mengenai situasi tersebut, sehingga hal itu pastilah terjadi, 100%, pasti terlaksana, apabila janda itu mau mengikuti apa yang Allah katakan kepadanya, yakni i) meminjam bejana-bejana kosong ii) menutup pintu sesudah ia dan anak-anaknya masuk dan iii) menuangkan minyak ke dalam bejana-bejana kosong. Saya yakin seumur hidupnya janda itu belum pernah menyaksikan ada sebuah buli-buli berisi minyak dapat memenuhi banyak bejana kosong. Namun, agar Allah melaksanakan kehendaknya, ia harus percaya bahwa ia akan menyaksikannya untuk pertama kalinya. Bagi Allah tidak penting, apakah sesuatu itu pernah terjadi pada orang lain atau tidak. Yang penting adalah apakah kita percaya dan bertindak sesuai apa yang Dia katakan. Mari kita melihat apakah perempuan ini memercayai Tuhan atau tidak:
2.Raja-raja4:5
"Pergilah perempuan itu dari padanya; ditutupnyalah pintu sesudah ia dan anak-anaknya masuk; dan anak-anaknya mendekatkan bejana-bejana kepadanya; sedang ia terus menuang.”
Perempuan itu PERCAYA pada apa yang Allah katakan serta melaksanakannya. Jadi, begitu meninggalkan Elisa, ia segera meminjam bejana-bejana kosong, “menutup pintu” setelah ia dan anak-anaknya masuk, dan menuangkan minyak dari buli-bulinya ke dalam bejana, tepat seperti yang Allah suruhkan kepadanya. Apa yang terjadi sebagai hasilnya tertulis dalam ayat ke-6.
2Raja-raja4:6
“Ketika bejana-bejana itu sudah penuh, berkatalah perempuan itu kepada anaknya: “Dekatkanlah kepadaku sebuah bejana lagi,” tetapi jawabnya kepada ibunya: “Tidak ada lagi bejana.” Lalu berhentilah minyak itu mengalir.”
Semua bejana yang dipinjamnya telah penuh minyak. Minyak “berhenti mengalir” hanya setelah tidak ada lagi bejana kosong. Namun, bejana-bejana berisi minyak itu cukup untuk melepaskan janda dan anak-anaknya dari kebangkrutan dan membawa mereka kepada kemakmuran. Sesungguhnya, itulah yang terjadi seperti yang ayat 7 katakan:
2.Raja-raja4:7
"Kemudian pergilah perempuan itu dan memberitahukannya kepada abdi Allah, dan orang ini berkata; “Pergilah, juallah minyak itu, bayarlah hutangmu, dan hiduplah dari lebihnya, engkau serta anak-anakmu.”
Minyak itu sedemikian banyaknya sehingga ia serta anak-anaknya dapat membayar hutang dan hidup dari lebihnya. Dengan demikian, janda itu tidak hanya dibebaskan dari masalahnya, tetapi lebih dari itu: ia mendapatkan harta karun berupa minyak. Dan semua ini terjadi karena ia mencari kebebasan dari Allah sendiri. Ia datang kepada Allah dan kepada abdi-Nya dalam keadaan tertekan dan pergi dalam keadaan kaya dan terbebas. Terpujilah Allah kita yang selalu siap untuk membebaskan kita.
2 Raja-raja 4:8-30: Perempuan Sunem
Peristiwa yang dialami oleh janda di atas bukanlah satu-satunya catatan di Alkitab di mana kita menyaksikan manisfestasi kuasa Allah yang membebaskan. Seperti yang kita ketahui, Allah kita adalah Allah yang membebaskan, sehingga Alkitab pun dipenuhi oleh peristiwa tentang orang-orang yang percaya kepada-Nya dan dibebaskan. Salah satunya dapat kita temukan dalam pasal yang sama yakni pasal ke-4 dari kitab Raja-raja dan peristiwa itu tercatat setelah peristiwa yang dialami oleh janda serta kedua anaknya. Mari kita mulai mempelajarinya dengan membaca ayat ke-8:
2.Raja-raja4:8
“Pada suatu hari Elisa pergi ke Sunem. Di sana tinggal seorang perempuan kaya yang mengundang dia makan. Dan seberapa kali ia dalam perjalanan, singgahlah ia ke sana untuk makan.”
Kali ini pun, seorang perempuanlah yang menjadi tokoh utama dalam kisah ini. Namun, berbeda dari peristiwa sebelumnya di mana sang perempuan sangat miskin, maka perempuan yang ini sangat kaya atau dengan kata lain, ia adalah seorang yang punya pengaruh dan kemungkinan besar tidak punya masalah ekonomi. Pada suatu hari, Elisa sedang berada di daerah itu, lalu perempuan itu mengundangnya untuk makan di rumahnya, dan pada akhirnya seberapa kali ia dalam perjalanan, ia pun singgah ke rumah perempuan itu untuk makan. Dari sini, kita dapat mengerti seberapa besar hormat dan perhatianperempuan ini terhadap Elisa. Bukankah kita tidak akan mengundang seseorang untuk makan di rumah kita setiap kali ia datang, apabila kita tidak menghormati atau memedulikannya? Lalu, mengapa perempuan itu begitu memedulikan Elisa? Lanjutan ayat ke-8 memberi kita jawabannya:
2.Raja-raja4:9
Berkatalah perempuan itu kepada suaminya; “Sesungguhnya aku sudah tahu bahwa orang yang selalu datang kepada kita itu adalah abdi Allah yang kudus.
Bagi perempuan ini, Elisa adalah “Abdi Allah yang kudus”. Itulah sebabnya ia begitu baikkepadanya. Hormat dan perhatiannya terhadap Elisa adalah cerminan dari hormat dan perhatiannya terhadap Allahnya Elisa. Namun, perhatianperempuan itu tidak berhenti sampai pada makanan. Ayat 9 dan 10 menceritakanapa yang lebih jauh lagi dilakukan oleh perempuan itu:
2.Raja-raja.4:9-10
Berkatalah perempuan itu kepada suaminya; “Sesungguhnya aku sudah tahu bahwa orang yang selalu datang kepada kita itu adalah abdi Allah yang kudus. Baiklah kita membuat sebuah kamar atas yang kecil yang berdinding batu, dan baiklah kita menaruh di sana baginya sebuah tempat tidur, sebuah meja, sebuah kursi dan sebuah kandil, maka apabila ia datang kepada kita, ia boleh masuk ke sana.”
Betapa baiknya perempuan ini terhadap Elisa. Tidak hanya menyediakan makanan, ia pun ingin membangun ruangan untuk Elisa agar ia bisa tinggal di sana setiap kali ia datang. Mudah dimengerti apabila Allah rindu memberikan upah atas kebaikan dan perhatianperempuan ini. Ayat 11-13 mengatakan:
2.Raja-raja.4:11-13
"Pada suatu hari, datanglah ia [Elisa]ke sana, lalu masuklah ia ke kamar atas itu, dan tidur di situ. Kemudian berkatalah ia kepada Gehazi, bujangnya: “Panggillah perempuan Sunem itu.” Lalu dipanggilnyalah perempuan itu dan dia berdiri di depan Gehazi. Eliza telah berkata kepada Gehazi; “Cobalah katakan kepadanya: Sesungguhnya engkau telah sangat bersusah-susah seperti ini untuk kami. Apakah yang dapat kuperbuat bagimu? Adakah yang dapat kubicarakan tentang engkau kepada raja atau kepala tentara?” Jawab perempuan itu: “Aku ini tinggal di tengah-tengah kaumku!”
Elisa menyadari dan berterima kasih atas perhatian perempuan itu kepadanya. Jadi, sebagai balasan atas kebaikannya, ia pertama-tama menawarkan apakah perempuan itu mau agar ia berbicara tentangnya kepada raja atau kepala tentara. Namun, bukan itu yang perempuan Sunem inginkan karena ia telah merasa puas hidup di tengah-tengah kaumnya. Apa yang sangat ia inginkan tertulis dalam ayat berikutnya:
2.Raja-raja.4:14-16
“Kemudian berkatalah Elisa: “Apakah yang dapat kuperbuat baginya?” Jawab Gehazi: “Ah, ia tidak mempunyai anak, dan suaminya sudah tua.” Lalu berkatalah Elisa; “Panggillah dia!” Dan sesudah dipanggilnya, berdirilah perempuan itu di pintu. Berkatalah Elisa: “Pada waktu seperti ini juga, tahun depan, engkau ini akan menggendong seorang anak laki-laki.”
Perempuan ini tidak mempunyai anak, dan secara ilmiah, tidak ada kemungkinan baginya untuk punya anak, karena suaminya sudah tua. Sekalipun demikian, hal ini bukan berarti tidak mungkin. Karena, ada Pribadi yang sanggup memuaskan kerinduan kita bahkan sekalipun ilmu pengetahuan berkata tidak ada kemungkinan kerinduan tersebut terpuaskan. Siapakah Pribadi itu? Jawabannya adalah ALLAH. Seperti yang telah kita pelajari dalam peristiwa janda miskin di atas, bagi Allah tidak ada yang mustahil dan sesuatu yang menjadi kehendak-Nya pastilah akan terjadi, terlepas seperti apa kemungkinannya. Secara ilmiah, tidak ada kemungkinan bagi perempuan itu untuk mempunyai anak. Namun, karena kehendak Allah adalah agar perempuan ini mempunyai anak, maka ia pun akan memiliki anak.
Selain poin di atas, poin lain yang layak kita perhatikan adalah bahwa Elisa tidak tahu pada mulanya apa yang menjadi kerinduan perempuan itu yang akan dipuaskan oleh Allah. Karena bila tahu, tentu ia tidak akan menawarkan kepada perempuan itu apakah ia ingin agar Elisa berbicara tentangnya kepada raja atau kepala tentara, ataupun bertanya kepada Gehazi apa yang dapat ia lakukan untuk perempuan itu. Namun, tidak ada yang aneh dengan kejadian ini. Karena Elisa, dan siapa pun juga yang memiliki Roh Kudus2, dapat memperoleh pengetahuan baik melalui kelima pancaindranya ataupun melalui pewahyuan dari Allah. Jelaslah dalam peristiwa ini bahwa sejak semula Allah tidak menyatakan kepada Elisa bahwa perempuan itu sangat ingin mempunyai anak. Allah justru mengatakan kepadanya melalui Gehazi karena Dia mengetahui bahwa inilah cara terbaik untuk membuat Elisa mendapatkan informasi yang diperlukannya tentang perempuan itu. Lalu, setelah Elisa mengetahui dari Gehazi bahwa perempuan itu tidak mempunyai anak, Allah pun memberikan kepada Elisa pernyataan langsung bahwa tahun depan, perempuan itu akan mempunyai anak, sehingga Elisa kemudian menyatakan hal itu kepada perempuan itu. Reaksi perempuan terhadap janji yang luar biasa ini diberikan dalam ayat ke-16:
2.Raja-raja.4:16
Tetapi jawab perempuan itu: “Janganlah tuanku, ya abdi Allah, janganlah berdusta kepada hambamu ini!”
Perempuan itu berpikir Elisa berdusta. Terlalu sulit baginya untuk percaya bahwa kerinduan terbesar dalam hatinya akan segera dipuaskan. Ini bukan hal yang aneh: terkadang kita begitu lambat untuk memercayai hal-hal indah yang Firman Allah katakan bagi kita atau janji-janji-Nya bagi kita. Kita berpikir semua itu terlampau bagus untuk jadi kenyataan. Namun,kita harus mengerti bahwa hanya pemberian yang baik dan sempurnalah yang berasal dari Allah (Yakobus 1:17). Bila mengenai Allah, tidak ada yang namanya “terlampau bagus untuk jadi kenyataan”, karena dari Allah hanya diberikan pemberian yang BAIK dan anugerah yang SEMPURNA. Seperti yang Efesus 3:20 katakan bahwa Allah sanggup MELAKUKAN JAUH LEBIH BANYAK DARI PADA YANG KITA DOAKAN ATAU PIKIRKAN”. Tidak ada kesulitan apa pun bagi-Nya untuk melakukan apa pun yang Dia inginkan. Kembali kepada perempuan itu, saya yakin bahwa janji seorang anak baginya adalah sesuatu yang “jauh lebih besar”, daripada yang ia doakan atau pikirkan. Itulah mengapa ia berpikir Elisa sedang berbohong kepadanya. Ternyata, bukan hanya indah dan luar biasa, janji ini pun terlaksana. Ayat 17 mencatat pemenuhan dari janji tersebut:
2.Raja-raja,4:17
“Mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan seorang anak laki-laki pada waktu seperti itu juga, pada tahun berikutnya, seperti yang dikatakan Elisa kepadanya.”
Pada waktu seperti itu juga, setahun kemudian, perempuan itu melahirkan seorang anak laki-laki, tepat seperti yang dijanjikan Tuhan kepadanya. Tampaknya kisah ini dapat berakhir dengan baik di sini, tetapi ternyata belum. Diceritakan dalam ayat-ayat selanjutnya bahwa ada masalah besar pada kesehatan si anak selama pertumbuhannya:
2.Raja-raja,4:18-20
“Setelah anak itu menjadi besar, pada suatu hari keluarlah ia mendapatkan ayahnya, di antara penyabit-penyabit gandum. Tiba-tiba menjeritlah ia kepada ayahnya: “Aduh kepalaku, kepalaku!” Lalu kata ayahnya kepada seorang bujang: “Angkatlah dia dan bawa kepada ibunya!”Diangkatnyalah dia, dibawanya pulang kepada ibunya. Duduklah dia di pangkuan ibunya sampai tengah hari, tetapi sesudah itu matilah dia.”
Anak itu terkena penyakit serius sehingga ia pun mati mendadak. Di sini kita melihat bahwa sekalipun pada dasarnya anak itu merupakan anugerah dari Allah, yang menurut Yakobus 1:17, merupakan pemberian dan anugerah yang baik dan sempurna, namun Iblis dapat memukulnya. Sekali lagi, ini bukan hal yang aneh. Sesungguhnya, tidak pernah Firman Tuhan mengatakan bahwa anak-anak orang percaya (atau orang tua, saudara, pasangan atau orang percaya itu sendiri) tidak akan pernah jatuh sakit. Ada musuh, yakni si Iblis, yang pekerjaannya menyebabkan penyakit. Itulah sebabnya mengapa Alkitab menyebut mereka yang sakit dan disembuhkan oleh Tuhan Yesus Kristus sebagai orang-orang yang “dikuasai Iblis” (Kisah Para Rasul 10:38): disebutkan demikian karena Iblis menguasai mereka dengan penyakit. Jadi, kematian dan penyakit bukanlah sesuatu yang berasal dari Allah, melainkan darisi Iblis yang merupakan kebalikan dari kekuatan spiritual Allah. Namun, meskipun musuh sanggup dengan berbagai cara mendatangkan sakit penyakit, Allah kita yang jauh lebih besar dari pada si Iblis (1 Yoh 4:4), sanggup menyembuhkan kita dari segala macam penyakit. Seperti yang Mazmur 103:3 katakan:
Mazmur,103:3
"[ALLAH] YANG MENYEMBUHKAN SEGALA PENYAKITMU"
Allah tidak menyembuhkan setengah dari penyakit kita, tetapi SEGALA penyakit kita, terlepas dari pandangan ilmu pengetahuan tentang apakah penyakit itu dapat disembuhkan atau tidak. Kembali kepada pembahasan tentang perempuan tadi, dapatkah Allah bertindak sejauh itu dengan membalikkan keadaan yang tampaknya merupakan kenyataan yang tak mungkin dapat diubah berhubung si anak jelas-jelas telah meninggal? Kita akan segera melihat jawabannya, setelah terlebih dahulu melihat bagaimana reaksi perempuan itu dalam menghadapi kenyataan yang terjadi.
2,Raja-raja,4:21-24
“Lalu naiklah perempuan itu, dibaringkannyalah dia di atas tempat tidur abdi Allah itu, ditutupnyalah pintu dan pergi, sehingga anak itu saja di dalam kamar. Sesudah itu ia memanggil suaminya serta berkata: “Suruh kepadaku salah seorang bujang dengan membawa seekor keledai betina; aku mau pergi dengan segera kepada abdi Allah itu, dan akan terus pulang.” Berkatalah suaminya: “Mengapakah pada hari ini engkau hendak pergi kepadanya? Padahal sekarang bukan bulan baru dan bukan hari Sabat.” Jawab perempuan itu: “Jangan kuatir.” Dipelanainyalah keledai itu dan berkatalah ia kepada bujangnya: “Tuntunlah dan majulah, jangan tahan-tahan aku dalam perjalananku, kecuali apabila kukatakan kepadamu.”
Dari reaksi perempuan itu, jelaslah bahwa perempuan itu tidak menganggap kematian anaknya sebagai sebuah kenyataan yang tidak dapat diubah. Sebaliknya, daripada meratapi kematian anaknya dan menceritakan kematian itu kepada suaminya, ia malah membaringkan anak itu di atas tempat tidur abdi Allah dan meminta suaminya untuk memberinya seekor keledai dan seorang bujang untuk pergi menyertainya. Jelas sekali, perempuan ini sangat menyadari bahwa anaknya adalah sebuah anugerah yang diberikan Allah kepadanya dan kematiannya bukanlah kehendak Allah. Akibatnya, ia tidak mau menerima kematian putranya itu sebagai sebuah kenyataan yang tidak dapat diubah. Itulah sebabnya, ia segera pergi kepada Elisa dengan tidak mengatakan kepada siapa pun apa yang telah terjadi. Ayat 25-28 menceritakan apa yang terjadi ketika ia bertemu dengan Elisa.
2Raja-raja,4:25-28
“Demikianlah perempuan itu berangkat dan pergi kepada abdi Allah di gunung Karmel. Segera sesudah abdi Allah melihat dia dari jauh, berkatalah ia kepada Gehazi, bujangnya: “Lihat, perempuan Sunem itu datang! Larilah menyongsongnya dan katakan kepadanya: Selamatkah engkau? Selamatkah suamimu, selamatkah anak itu?” Jawab perempuan itu: “Selamat!” Dan sesudah ia sampai ke gunung itu, dipegangnyalah kaki abdi Allah itu, tetapi Gehazi mendekat hendak mengusir dia. Lalu berkatalah abdi Allah: “Biarkanlah dia, hatinya pedih! TUHAN menyembunyikan hal ini dari padaku, tidak memberitahukannya kepadaku.” Lalu berkatalah perempuan itu: “Adakah kuminta seorang anak laki-laki daripada tuanku? Bukankah telah kukatakan: Jangan aku diberi harapan kosong?”
Sekali lagi kita dapat melihat bahwa tanpa Allah memberitahukan kepadanya, mustahil bagi Elisa, sama seperti bagi siapa pun, untuk mengetahui sebelumnya apa yang sedang dialami oleh perempuan itu. Perempuan itu jelas sekali sedang sangat berduka. Namun, sekalipun berduka, ia berani meninggalkan anaknya yang telah mati di rumah dan pergi mengunjungi abdi Allah. Reaksi Elisa sangat cepat:
2Raja-raja,4:29-31
“Maka berkatalah Elisa kepada Gehazi: “Ikatlah pinggangmu, bawalah tongkatku di tanganmu dan pergilah. Apabila engkau bertemu dengan seseorang, janganlah beri salam kepadanya, dan apabila seseorang memberi salam kepadamu, janganlah balas dia, kemudian taruhlah tongkatku ini di atas anak itu.” Tetapi berkatalah ibu anak itu: “Demi TUHAN yang hidup, dan demi hidupmu sendiri, sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan engkau.” Lalu bangunlah Elisa dan berjalan mengikuti perempuan itu. Adapun Gehazi telah berjalan mendahului mereka dan telah menaruh tongkat di atas anak itu, tetapi tidak ada suara, dan tidak ada tanda hidup. Lalu kembalilah ia menemui Elisa serta memberitahukan kepadanya, katanya; “Anak itu tidak bangun!”
Gehazi tiba terlebih dahulu ke rumah itu. Namun sekalipun ia telah melakukan apa yang Elisa katakan, anak itu tidak bangun. Beberapa waktu kemudian, Elisa dan ibu anak itu pun tiba:
2 Raja-raja,4:32-33
"Dan ketika Elisa masuk ke rumah, ternyata anak itu sudah mati dan terbaring di atas tempat tidurnya. Sesudah ia masuk, ditutupnyalah pintu, sehingga ia sendiri dengan anak itu di dalam kamar, KEMUDIAN BERDOALAH IA KEPADA TUHAN.”
Elisa BERDOA kepada Tuhan. Inilah reaksinya dalam situasi tersebut. Ia benar-benar berada pada situasi yang sulit: anak yang Allah janjikan kepada perempuan melalui dia sudah mati, tanpa ada sedikit pun tanda-tanda kesembuhan bahkan setelah Gehazi melakukan apa yang Elisa katakan. Namun demikian, kita sama sekali tidak melihat Elisa kehilangan kepercayaannya kepada Tuhan, ataupun merasa frustasi atau kehilangan pengharapan. Sebaliknya, ia menghadapi situasi itu sebagaimana seharusnya: IA BERDOA KEPADA TUHAN. Tuhanlah yang menjadi sumber semua jawaban, dan Elisa membutuhkan jawaban tentang apa yang harus dilakukannya di tengah situasi yang terjadi. Jadi, ia pun berdoa kepada Satu-satunya yang sanggup memberi jawaban: kepada ALLAH3. Sebagai hasilnya, Allah pun menjawab doanya. Ayat 34-35 mengatakan:
2Raja-raja,4:34-35
“Lalu ia membaringkan dirinya di atas anak itu dengan mulutnya di atas mulut anak itu, dan matanya di atas mata anak itu, serta telapak tangannya di atas telapak tangan anak itu; dan karena ia meniarap di atas anak itu, maka menjadi panaslah badan anak itu. Sesudah itu ia berdiri kembali dan berjalan dalam rumah itu sekali ke sana dan sekali ke sini, kemudian meniarap pulalah ia di atas anak itu. Maka bersinlah anak itu sampai tujuh kali, lalu membuka matanya.”
Semua yang Elisa lakukan dalam ayat-ayat di atas, bukanlah sesuatu yang keluar dari pikirannya sendiri. Sebaliknya, semua tindakannya itu dilakukan berdasarkan wahyu dari Allah. Hal ini jelas terlihat dari hasilnya: anak itu pun disembuhkan dan Elisa membawanya kembali kepada ibunya:
2Raja-raja,4:36-38
"Kemudian Elisa memanggil Gehazi dan berkata: “Panggillah perempuan Sunem itu!” Dipanggilnyalah dia, lalu datanglah ia kepadanya, maka berkatalah Elisa: “Angkatlah anakmu ini!” Masuklah perempuan itu, lalu tersungkur di depan kaki Eliza dan sujud menyembah dengan mukanya sampai ke tanah. Kemudian diangkatnyalah anaknya, lalu keluar. Elisa kembali ke Gilgal.”
Allah membebaskan perempuan itu dan mengubah kenyataan yang sepertinya mustahil untuk diubahkarena kematian anak dari perempuan itu, dan melalui peristiwa itu Allah menunjukkan bahwa Dia sanggup melakukan apa pun untuk membebaskan mereka yang mencari dan mengandalkan kuasa pembebasan-Nya.

Kesimpulan:
Dalam artikel ini, kita mempelajari dua peristiwa yang memperlihatkan kuasa Allah yang membebaskan.
Saya menganjurkan kepada para pembaca untuk mempelajari lebih jauh Firman Tuhan demi menemukan lebih banyak lagi contoh. Dalam kedua peristiwa yang telah kita pelajari dan sesungguhnya dalam semua peristiwa yang akan kita temukan melalui penyelidikan Alkitab, pada umumnya ada sebuah pelajaran yang sama, yakni bagi mereka yang mempercayai Tuhan dan mencari Dia, mereka tidak akan pernah dipermalukan apa pun masalah yang mereka hadapi. Allah kita adalah Allah yang membebaskan dan tidak ada batasan bagi kuasa-Nya yang membebaskan. Dia sanggup melakukan apa pun yang Ia inginkan seperti memenuhi bejana-bejana kosong dengan minyak atau membangkitkan anak-anak dari kematian demi untuk membebaskan umat-Nya. Ia benar-benar sanggup “melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan”. Oleh karena itu dalam segala hal yang kita butuhkan, PERCAYALAH kepada kuasa Allah yang membebaskan dengan keyakinan penuh bahwa tatkala kita melakukannya, satu-satunya hal yang akan terjadi adalah: kita akan dibebaskan..
AMIN..TUHAN YESUS MEMBERKATI KITA SEMUA.!!!

Catatan kaki
1. Kemungkinan besar ia mengenal Elisa melalui suaminya yang merupakan salah satu putra dari para nabi dan merupakan seorang yang menghormati Allah.
2. Pada zaman ini, kita dapat memiliki Roh Kudus dengan cara dilahirkan kembali, yang dapat terjadi apabila kita mengaku dengan dengan mulut kita bahwa Yesus adalah Tuhan dan percaya dalam hati kita, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati. (Roma 10:9). Lebih jauh tentang topik ini dapat dilihat dalam artikel: Kelahiran Baru
3. Lebih jauh tentang pentingnya doa, bacalah:   Pendapat Yesus tentang doa.

TUHAN YESUS MEMBERKATI KITA SEMUA.!!!

Mannab1010.blogspot.com
Gpibkkmedan.blogspot.com

Minggu, 09 Februari 2020


Adat Istiadat
Perlu disadari bahwa manusia tidak hidup sendiri di dunia dimana ia terbebas dari segala nilai dan adat-istiadat dan bisa berbuat apapun sesukanya, sebab sebagai mahluk yang tinggal di dunia ini, manusia selalu berinteraksi dengan keluarga, orang-orang di lingkungan hidup sekelilingnya, lingkungan pekerjaan, suku dan bangsa dengan kebiasaan dan tradisinya dimana ia dilahirkan, dan budaya religi turun-temurun dimana suku dan bangsa itu memiliki tradisi nenek-moyang yang kuat. Karena itu manusia tidak terbebas dari adat-istiadat.
Lalu bagaimana manusia bersikap menghadapi tradisi itu? Setidaknya ada 3 kecenderungan yang dijadikan panutan sikap manusia menghadapi adat-istiadat disekelilingnya.
I: Sikap antagonistis/penolakan akan segala bentuk adat-istiadat yang tidak diingininya, gejala ini kita lihat dalam bentuk fundamentalisme yang ektrim. Di Indonesia ada "Islam pentungan" yang suka melabrak kelab-kelab malam dan tempat bilyar kalau mendekati Lebaran, juga ada kalangan kristen yang melarang merokok, minum-minuman keras, dan nonton secara keras. Sikap ini jelas tidak realistis karena sekalipun yang ditolaknya itu barang haram tapi pengubah mental orang tidak tepat bila menggunakan cara larangan dan paksaan yang bersifat lahir demikian;
II:  Sikap terbuka yang kompromistis yang menerima segala bentuk adat-istiadat lingkungannya. Sikap demikian sering terlihat dalam kecenderungan liberalisme ekstrim yang sering menganut faham kebebasan. Misalnya di Belanda yang dikenal sebagai negara Eropah yang paling liberal, pecandu narkoba bisa menjadi anggota dewan kota dan euthanasia dihalalkan. Kebebasan yang kebablasan demikian juga kurang tepat, karena bagaimanapun manusia hidup didunia berhubungan dengan orang lain, maka kebebasan yang keterlaluan dari sekelompok yang satu bisa berdampak merugikan kelompok lain;
III: Sikap dualisme. Sikap ini tidak mempertentangkan dan tidak mencampurkan faham-faham adat itu, tetapi membiarkan semua adat-istiadat itu berjalan sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing. Ada contoh menarik mengenai perilaku mendua demikian. Ketika di tahun 1970-an mengerjakan proyek hotel di Bali, seorang pengusaha di hari minggu pagi-pagi benar mendahului yang lain menghilang dari hotel untuk pergi beribadat di depan pastornya untuk menerima komuni. Namun, tanpa rasa bersalah apa-apa, kalau malam minggu ia melupakan isterinya yang ditinggal di Surabaya dan berleha-leha di kelab-kelab malam sampai larut malam. Seorang rekannya menggelitik perilaku menduanya dengan mengatakan: "Kalau minggu pagi lari ke gereja mencari hosti, tapi kalau malam minggu lari ke kelab malam mencari hostess." Ia dengan isterinya kemudian bercerai.
Pada umumnya orang-orang akan menjauhi pusat lingkaran dan karena dorongan sentrifugal akan mendekati kecenderungan-kecenderungan di lingkaran itu, lalu bagaimana sikap seorang kalau ia menjadi orang Kristen? Apakah ia juga berperilaku selayaknya orang dunia dimana ia hidup sebelumnya?
Memang ada praktek di kalangan orang Kristen yang fundamentalis ekstrim yang menolak segala sesuatu yang dianggapnya dosa, ada juga yang begitu liberal bebas yang menerima begitu saja dan berkompromi dengan semua yang bisa dinikmati orang dunia pada umumnya. Ada juga yang mendua dan berstandar ganda, yaitu dilingkungan kristen ia berusaha hidup suci sesuai standar lingkungan jemaatnya tetapi berada diluar ia bisa tidak ada bedanya dengan orang tidak beriman.
Rasanya ketiga kecenderungan sikap demikian kurang tepat bagi seorang Kristen. Verkuyl dalam salah satu buku etikanya mengatakan bahwa umat Kristen terjerat diantara daya tarik antara libertinisme dan farisiisme. Disatu segi ia ditarik oleh kecenderungan keterbukaan dengan moralitas bebasnya, disegi lain ia ditarik oleh kecenderungan ketertutupan dengan moralitas kakunya. Kenyataan yang disebutkan Verkuyl itu memang benar, dan sikap di antara itu juga tergoda sikap mendua yang ada di antara kedua kecenderungan itu.
Di kalangan kekristenan ada juga yang mencari jalan baru dengan mempromosikan moralitas baru yang menekankan situasi, kondisi dan waktu yang tepat sebagai jendela menerima keputusan etis menghadapi adat-istiadat. Sikap keempat ini mirip sikap mendua dan liberal. Sikap yang dikenal sebagai etika situasi ini (Joseph Fletcher, 1966) itu menolak sikap yang disebutkannya sebagai sikap legalistik, ia juga menolak sikap yang disebutnya sebagai sikap antinomian, karena itu ia menawarkan sikap perantara yang berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi, dan waktu.
Lalu bagaimana selayaknya umat kristen bersikap? Bagi mereka yang takut akan Allah, rasanya semua tindakan kita dalam menerima adat-istiadat perlu berorientasi pada Allah dan kehendak-Nya, ini menghasilkan empat pertimbangan berikut, yaitu sikap menghadapi adat-istiadat yang: (1) Memuji dan memuliakan Allah; (2) Tidak menyembah berhala; (3) Mencerminkan kekudusan Allah; dan (4) Mengasihi manusia dan kemanusiaan. Keempatnya berurutan dari atas ke bawah dimana memujid an memuliakan Allah adalah tugas utama umat Kristen (Mazmur 150) dan ketiga lainnya diukur dari apakah itu meneguhkan kepujian dan kemuliaan Allah atau tidak.
Lalu adakah tingkat-tingkat pertumbuhan yang menentukan umat kristen bersikap? Kedewasaan umat kristen dalam bersikap perlu mengarah pada kecenderungan kelima yaitu "transformatif," yaitu ia hidup dengan mentransformasikan setiap adat-istiadat agar sesuai dengan kepujian, kemuliaan dan kehendak Allah. Ia semula hidup berkajang dalam dosa dan melakukan adat-istiadat dimana kuasa dosa banyak berpengaruh. Pengenalannya akan Tuhan Yesus Kristus membawanya kepada pertobatan (metanoea) dimana ia mulai merasakan perubahan arah dalam hidupnya dari dosa menuju kebenaran, dan seperti apa yang dikatakan oleh rasul Paulus: "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang" (2Kor.5:17).
Dari perubahan yang transformatif inilah ia terus menerus melakukan trasformasi dari dosa menuju kebenaran sehingga kehidupannya makin hari makin baik. Rasul Paulus mengatakan bahwa: "Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah menjadi sempurna, melainkan aku mengejarnya" (Flp.3:12). Namun, harus disadari bahwa transformasi itu bukanlah hasil usaha manusia dengan kekuatannya sendiri tetapi sebagai hasil interaksi iman kita yang mendatangkan rahmat Allah: "Dan semuanya itu dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan pelayanan perdamaian itu kepada kami" (2Kor.5:18).
"Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasehatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurnya" (Rm.12:1-2).
Semoga pembahasan di atas menjadi bekal bagi kita untuk bersikap dalam menghadapi adat-istiadat di sekeliling kita.
AMIN



Nyalakan Api !
2 Raja-Raja 23:1-35; Roma 12:11
“Sebelum dia tidak ada raja seperti dia yang berbalik kepada TUHAN dengan segenap hatinya, dengan segenap jiwanya dan dengan segenap kekuatannya, sesuai dengan segala Taurat Musa; dan sesudah dia tidak ada bangkit lagi yang seperti dia” (2 Raja-Raja 23:25).

Apa arti kebangunan rohani bagi kita? Pernahkah kita bangunan rohani? Masih adakah kerinduan akan kebangunan rohani dalam hati kita? Bila di dalam hati kita tidak tampak setitik kerinduan akan kebangunan rohani, berarti kita hanyalah orang Kristen yang tidak membutuhkan lawatan Allah. Kita hanya puas dengan keadaan rohani kita saat ini. Itu tandanya kita hidup dalam kesuaman – tidak ada nyala api dalam diri kita.
Hampir semua raja Israel dan Yehuda mengecewakan hati Allah, kecuali beberapa raja dan salah satunya adalah Yosia. Hebat, di tengah dosa dan penyembahan berhala menggaet popularitas di kalangan umat Allah, Yosia berani tampil berlawanan arah – melawan tradisi yang dilakukan nenek moyangnya. Tetapi itulah awal dari kebangunan rohani. Kita tidak bisa memulai sebuah kebangunan rohani kalau tidak melakukan konfrontasi secara frontal terhadap dosa-dosa yang tersembunyi maupun terbuka.
Acungan jempol patut diberikan kepada Yosia. Dia mencoba melakukan segala upaya untuk mengembalikan supremasi hukum Allah di tengah umat Allah. Terlepas dari murka Allah yang tidak dapat dijauhkan dari Yehuda (ay. 26), Yosia bisa dianggap berhasil mengembalikan martabat hukum Allah.
Bagaimana kondisi gereja sekarang ini? Apakah ada kemajuan atau malahan kemunduran? Ataukah kita hanya terpaku dan puas dengan keadaan sekarang ini? Jangan menjadi orang Kristen tanpa api! Kita semua harus kembali lagi mendobrak tradisi lama yang hanya meninabobokan orang Kristen. Api penginjilan harus dinyalakan lagi. Api pertobatan harus dinyalakan lagi. Api pengampunan harus dinyalalakan lagi. Api kekudusan harus dinyalakan lagi. Tanpa api, kita hanyalah menjadi manusia tanpa membawa dampak bagi dunia ini.

Renungan:
Raja Yosia memberikan contoh yang baik kepada kita. Dia mengajak kita untuk kembali menyalakan api kebangunan rohani. Permalukan iblis dengan menyalanya api kebangkitan


YOSIA, PENGGENAPAN NUBUAT TUHAN
Reforming Heart - Day 143
2 Raja-raja 23:16-24
Yosia, Penggenapan Nubuat Tuhan
2 Raja-raja 23:16-24
Penjelasan
Yosia merupakan penggenapan dari nubuat yang telah lama dilupakan. Dalam 1 Raja-raja 13:1-2 dikatakan bahwa seorang abdi Allah memberikan nubuat tentang Yosia. Akan ada seorang bernama Yosia yang akan menghancurkan seluruh mezbah-mezbah yang dibangun oleh Yerobeam. Yosia akan melenyapkan penyembahan berhala di Israel. Nubuat ini telah berlalu demikian lama. Tiga ratus tahun setelah dinubuatkan barulah muncul seorang raja bernama Yosia. Penantian yang demikian lama ini tentu telah membuat nubuat ini dilupakan. Apalagi sekarang Israel Utara telah dibuang oleh Tuhan. Mengapa Tuhan menggenapi nubuat melalui Yosia setelah Israel dibuang? Bukankah lebih bermakna jika Tuhan membangkitkan Yosia sebelum Israel dibuang? Yosia dibangkitkan Tuhan setelah Israel dibuang karena Tuhan ingin menyatakan penyebab mereka dibuang. Yosia menjadi hamba Allah yang menyatakan alasan pembuangan Israel. Mereka dibuang karena mereka menyembah berhala. Tindakan Yosia ini menjadi tanda mengapa Israel dibuang, sekaligus menjadi pernyataan kemenangan Tuhan atas mezbah-mezbah berhala di Israel. Tuhan telah menubuatkan kehancuran mezbah-mezbah berhala tersebut, tetapi memilih untuk menghancurkan umat-Nya sebelum mezbah-mezbah itu pada akhirnya dimusnahkan juga. Pembersihan tanah Israel tetap dilakukan dengan ataupun tanpa umat Tuhan menempatinya. Hancurnya mezbah-mezbah itu oleh Yosia juga memberikan penjelasan bahwa Tuhan membenci berhala. Tetapi dibuangnya Israel sebelum mezbah-mezbah itu dihancurkan memberi pengertian bahwa umat Tuhanlah yang Tuhan murkai. Bukan berhala-berhala beserta mezbahnya.
Dalam bacaan kita juga dinyatakan bahwa Yosia merayakan Paskah dengan sangat besar, lebih besar dari siapa pun yang pernah merayakannya. Ini dilakukan Yosia demi mengingat kasih setia Tuhan dan penebusan Tuhan ketika Israel keluar dari Mesir. Tuhan bukan hanya mengingat Israel sebagai milik kepunyaan-Nya, tetapi Dia juga melanjutkan kasih setia-Nya yang telah Dia berikan sebelumnya kepada Abraham, Ishak, dan Yakub. Tuhan mengingatnya dan membebaskan Israel dari Mesir. Pada waktu itu juga Tuhan memberikan simbol penebusan yang sangat agung melalui anak domba yang melambangkan Kristus. Anak domba Paskah, yang melaluinya anak sulung orang Israel tidak mati seperti anak sulung Mesir. Tuhan memberikan korban bagi Israel sama seperti Tuhan memberikan pengganti bagi Ishak ketika Abraham akan mempersembahkan Ishak. Yosia memahami bahwa tidak ada gunanya membersihkan semua keberdosaan Israel dan Yehuda jika tidak ada penebusan. Walaupun seluruh daerah telah bersih dari berhala, dan walaupun di seluruh negeri tidak ada lagi orang yang mengarahkan rakyat untuk menyembah berhala, tetapi tetap harus ada konsep penebusan. Tanpa penebusan yang menuntut penumpahan darah tidak akan ada pengampunan dosa (Ibr. 9:22). Itulah sebabnya Yosia merayakan Paskah dengan sangat megah bagi seluruh kaum Yehuda.
Selain untuk memperingati belas kasihan Tuhan dan konsep penebusan Tuhan, Yosia juga merayakan Paskah untuk menyatukan seluruh Yehuda dengan pengertian yang sama. Seluruh umat Tuhan bukan hanya disatukan oleh tradisi, sejarah yang sama, musuh yang sama, dan lainnya. Jikalau umat Tuhan tidak mengerti identitas mereka sebagai umat tebusan, maka mereka akan sulit mengetahui alasan cara hidup mereka harus berbeda dengan bangsa lain. Jikalau Yehuda hanya merasa satu karena daerah yang sama, lalu mereka harus menghadapi musuh yang sama, maka persatuan ini merupakan persatuan yang bernilai rendah. Mereka harus mengerti bahwa darah anak domba Paskah adalah yang mempersatukan mereka sebagai umat Tuhan.
Untukdirenungkan:
Hari ini kita akan melihat dua hal untuk menjadi bahan renungan kita. Yang pertama adalah janji Tuhan untuk memusnahkan mezbah berhala yang ada sejak zaman Yerobeam ternyata menjadi genap setelah 300 tahun kemudian. Ini merupakan sesuatu yang sangat agung. Abdi Allah yang menyerukan hal itu (1Raj. 13:2) telah mati, tetapi tanda pada kuburnya membuat sebagian orang ingat bahwa dia pernah menyerukan nubuat itu. Tuhan memelihara setiap kalimat yang Dia nyatakan melalui para hamba-Nya sehingga pada waktu kalimat itu benar-benar terjadi, kekaguman umat Tuhan kepada Allah menjadi makin besar. Tuhan tidak pernah mengeluarkan kalimat-kalimat yang tidak perlu. Lihatlah seluruh Kitab Suci kita! Tidak ada omong kosong dan kalimat-kalimat tidak penting masuk di dalamnya. Ketika Tuhan menyatakan firman-Nya, manusia harus belajar mendengarkannya. Tetapi bukan hanya mendengarkan, manusia harus belajar menyimpannya di dalam hatinya. Tetapi lebih lagi dari itu, manusia juga harus belajar berespons di dalam ketaatan dan pertobatan yang harus secara konstan dilakukan setelah mendengar firman-Nya. Dan karena firman Allah adalah firman yang kekal, maka manusia juga harus mengajarkan anak-anaknya untuk sungguh-sungguh mengenal perkataan-perkataan Tuhan dan menantikan penggenapannya di kemudian hari. Tuhan tidak berfirman hanya untuk mengisi kebutuhan satu zaman. Tuhan menyatakan firman-Nya yang kekal dan penuh dengan otoritas mutlak untuk sepanjang masa. Itulah sebabnya merenungkan bagian ini menjadikan kita makin mengagumi firman Tuhan. Dia berfirman, dan 300 tahun kemudian muncullah orang yang menggenapi setiap kalimat yang diucapkan-Nya. Apakah Tuhan telah berhenti berfirman? Tidak. Alkitab adalah firman Allah yang terus berbicara sepanjang sejarah. Biarlah respons kita kepada firman-Nya boleh menyenangkan hati-Nya.
Hal berikutnya yang dapat kita renungkan adalah bahwa Tuhan tidak ingin umat-Nya melupakan identitas utama mereka sebagai umat tebusan. Tetapi bagaimana umat-Nya dapat mengingat bahwa mereka adalah kaum tebusan jika konsep penebusan yang Allah nyatakan tidak mereka pahami? Itulah sebabnya ada perayaan Paskah bersama sehingga orang Israel tahu bahwa mereka adalah umat Tuhan yang telah ditebus-Nya. Demikian juga kita saat ini. Gereja Tuhan adalah kumpulan dari umat tebusan Tuhan yang telah ditebus oleh darah Kristus. Gereja harus memahami ini sebagai identitas utama yang dimiliki bersama. Gereja tidak menjadi satu karena kesamaan ras, suku, bahasa, ataupun ikatan keluarga. Gereja menjadi satu karena Kristus dan darah-Nya. Gereja adalah tubuh Kristus di mana Kristus adalah kepalanya. Gereja adalah umat tebusan di mana seluruh anggotanya ditebus oleh darah Kristus. Inilah yang menyatukan gereja Tuhan. Ketika kita bertemu dengan sesama saudara seiman kita, inilah yang Tuhan ingin kita ingat, yaitu bahwa kita dan saudara seiman kita sama-sama ditebus oleh darah yang mahal. Sejarah dan tradisi inilah yang harus terus menyatukan gereja turun temurun.
Pertanyaan renungan:
1.  Seberapa besarkah penghargaan kita kepada firman yang telah Allah nyatakan? Apakah kita melihatnya sebagai perkataan yang berotoritas bagi hidup kita dan generasi selanjutnya turun temurun? Ataukah secara konsep kita memahami ini, tetapi secara iman dan komitmen hati kita tidak pernah sungguh-sungguh menerima hal ini?
2.  Jika kesatuan di dalam darah Kristus adalah kesatuan yang agung dan sangat mahal, apakah kita telah belajar menerima semua saudara seiman kita dan benar-benar merasakan kesatuan dengan mereka karena darah Kristus?


AMIN

Rabu, 29 Januari 2020

Lukas 12 : 1 - 10
 Tanggal: Minggu, 26 Januari 2020
Thema SINODE: Jujur adalah buah takut akan Tuh
an

Ciri khas Injil Lukas sebagian besar mengandung banyak episode dan perumpamaan disebut juga sebagai Injil SINOPSIS. Knp dikatakan Injil Sinopsis??, Karena memiliki kesamaan dgn Injil Matius dan Markus. Dan merupakan hasil riset pribadinya. Sekalipun demikian, bagian ini menyajikan ajaran Tuhan Yesus pada tahun terakhir pelayanan-Nya.

Setelah kita baca Injil Lukas 12 ini yi: perikop 1-10, kita temui kata-kata yg penting dlm kehidupan se-hari2 yi: RAGI, KEMUNAFIKAN, TAKUT, MEMBUNUH, MENGHUJAT.

Sedang thema dari SINODE: Jujur adalah buah takut akan Tuhan,
Hal ini berkaitan dgn munafik..krn biasanya org munafik tdk jujur.
Krn ketdk jujuran/kebohongan seseorang, bisa membuat org tsb menjadi mala petaka. Mungkin msh kita ingat peristiwa sebelum pilpres thn 2019 yg lalu, ada seseorang utk mendapatkan simpasan dari teman2nya, dia berani berbohong..Wajahnya lebam katanya karena dikeroyok sekelompok orang, pdhal setelah diselidiki krn OPERASI PLASTIK, akhirnya org tsb menanggung akibatnya diadili dan di hukum.

Tadi pd Nats Pembimbing pd Gal.5:9 mengatakan: “SEDIKIT RAGI SUDAH MENGKHAMIRKAN SELURUH ADONAN” Arti menghkhamirkan adalah MERUSAK..
 
Mengapa Tuhan Yesus mengumpamakan kemunafikan orang Farisi sama seperti RAGI.? Karena sifat munafik itu seperti ragi yang gampang menulari dan pada akhirnya merusak karakter orang lain. Sebagai pemimpin agama yang memiliki otoritas mudah sekali bagi mereka untuk menyalahgunakan otoritas itu, dengan menipu para pengikutnya, dan kdg kala para pengikut ikut-ikutan jadi munafik.
Tuhan Yesus mengingatkan para murid2Nya bahwa kemunafikan, suatu waktu akan terbongkar (2-3). Apa yang ditutupi oleh manusia, akan dibuka oleh Allah yang melihat ke dalam hati. Maka, hukuman berat akan menimpa mereka karena kemunafikannya menyesatkan org lain & menjadikan org lain tsb sm dgn mereka, ikut munafik..!
Bahkan Yesus dengan keras menyatakan sikap menyesatkan orang lain dari kebenaran tidak beda dengan menghujat Roh Kudus (10).
Menghujat Roh Kudus di sini harus dimengerti sebagai menolak
menerima pengajaran dari Sang Sumber dan Sang Pengajar Kebenaran sehingga memalsukan kebenaran dan pada akhirnya menyesatkan orang lain dengan kebenaran yang palsu tersebut.
Tuhan Yesus mengingatkan para murid agar jangan takut kepada para pemimpin sedemikian yang seolah memiliki kuasa untuk mengucilkan bahkan membunuh mereka (4). Tuhan sendiri yang akan menghakimi mereka (5).

Tuhan sendiri menjanjikan akan melindungi murid-murid-Nya dari para pemimpin seperti itu, bahkan akan memberi hikmat pada saatnya untuk menghadapi tuduhan mereka (11-12).

Peringatan Tuhan Yesus ditujukan kepada para murid, berarti juga kepada kita sekalian. Bisa jadi kita pun tertular kemunafikan
orang Farisi, yang mementingkan penampilan dan prestise semata.
Melakukan hal tersebut karena takut dikucilkan,atau bahkan mendapat aniaya. Ingat, bila kita terseret kepada kemunafikan, bukan hanya diri kita yang dirugikan. Orang-orang yang ada di sekeliling kita, yang mempercayai kita sebagai pengikut Tuhan pun akan ikut tersandung.

Yesus mencela kemunafikan orang Farisi, dan memperingatkan murid-Nya untuk berhati-hati agar dosa ini tidak memasuki kehidupan dan pelayanan mereka.
1. 1) Kemunafikan berarti memperlihatkan sikap dan tindakan yang tidak sesuai dengan perbuatannya -- misalnya: bertindak di hadapan umum sebagai seorang percaya yang saleh dan setia, padahal sedang menaruh dosa yang tersembunyi, kedursilaan, ketamakan, nafsu, atau ketidakadilan lainnya. Orang munafik adalah seorang penipu dalam hal kebenaran yang dapat dilihat
(lihat ttg GURU-GURU PALSU).
2. 2) Karena kemunafikan menyangkut hidup dalam dusta, maka itu membuat seseorang menjadi rekan kerja dan sekutu Iblis, bapa segala dusta (Yoh 8:44).
3. 3) Yesus memperingatkan murid-murid-Nya bahwa segala kemunafikan dan dosa yang tersembunyi akan dibuka, jika tidak dalam hidup sekarang, pastilah pada hari penghakiman (lih. Rom 2:161Kor 3:13; 4:5Wahy 20:12). Apa yang dilakukan secara rahasia di balik pintu yang tertutup pada suatu saat akan disingkapkan secara terang-terangan (ayat Luk 12:2-3).
4. 4) Kemunafikan adalah suatu tanda bahwa seseorang tidak takut akan Allah (ayat Luk 12:5) dan tidak memiliki Roh Kudus dengan kasih karunia pembaharuannya (lih. Rom 8:5-141Kor 6:9-10Gal 5:19-21Ef 5:5). Sementara tinggal dalam kondisi demikian, seseorang tidak dapat "meluputkan diri dari hukuman neraka" (Mat 23:33).

Sungguh suatu pengajaran yang luar biasa indah khusus bagi murid-murid Tuhan Yesus. Ajaran tersebut juga ditujukan kpd kita semua dan sgt relevan hingga saat ini. Kita harus waspada akan ajaran2 yang menyimpang, tetaplah menjadi pelaku-pelaku Firman, hidup kita pun harus bercahaya seperti terang & garam, dan kita tidak boleh takut terhadap ancaman-ancaman dan tekanan-tekanan dari manusia. Kita harus tetap berdiri teguh dan tidak menyangkal Tuhan Yesus. Ketika kita mau tunduk dan melakukan apa yang Tuhan Yesus ajarkan kepada kita, maka Tuhan akan memampukan untuk menjalani semua aktivitas kita masing2 .
TUH

Selasa, 28 Januari 2020


TUBUHMU ADALAH MILIK KRISTUS
1 Korintus 6:12-20


Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Perikop yang kita bahas ini menarik sekali, karena dimulai dengan satu ayat yang dapat dijadikan dasar etika Kristen. Kalau kita melihat kota Korintus, tata masyarakat kota Korintus sangat terkenal mengikuti filasafat Yunani yang mengakui bahwa tubuh manusia seringkali dinilai rendah. Mereka mengenal satu ungkapan yang mengatakan: “Tubuh manusia adalah penjara jiwa. Karena jiwa itu baik, sedangkan tubuh itu jahat. Karena tubuh itu jahat, maka kita harus berusaha melepaskan jiwa dari tubuh kita ini.” Satu tokoh yang bernama Epictetus, seorang filsuf dari Stoa, yang lahir di masa perbudakan di Hierapolis berkata: “Hal yang terpenting adalah jiwa manusia; tubuh hanya materi yang tidak penting.” Saudara, pandangan filsafat Yunani di atas banyak mempengaruhi kehidupan jemaat Korintus, sehingga mendorong mereka melakukan berbagai penyimpangan seksual, salah satunya adalah kasus incest/ persetubuhan yang terjadi dalam keluarga (1 Korintus 5:1-5).
Terlebih lagi, masyarakat Korintus, terbiasa pergi mengadakan ritual di kuil-kuil berhala Yunani yang menyediakan pelacur bakti. Akibatnya jemaat Korintus pun larut dalam budaya ini dan menyalahkan kebebasan itu menjadi sesuatu yang liar. Mereka pikir hidup bebas di dalam Kristus berarti bebas sebagaimana yang mereka kehendaki sehingga menjadi kebebasan yang sangat mengerikan.
Melihat kondisi yang demikian, Paulus dengan tegas menolak cara berpikir mereka. Ia mengatakan: “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apa pun” (1 Korintus 6:12). Pada bagian ini, Paulus berusaha mengkritik pandangan mereka yang menyangka, bahwa mereka berhak melakukan apa saja yang mereka inginkan. Kita tahu bahwa manusia diciptakan secara indah untuk hidup dan perkembangannya di bumi ini. Namun demikian, ada batasan-batasan tertentu yang diberikan Allah untuk menjamin suatu keberadaan yang lebih lama, yang bahagia, dan berbuah. Akan tetapi sejak kejatuhan manusia dalam dosa (Kejadian 3), manusia cenderung mengambil keputusan pribadi berdasarkan kepuasan dirinya.
Menyadari akan hal ini, Paulus berkata dengan sangat keras: “Jangan sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah, dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Dan beberapa orang di antara kamu demikianlah dahulu. Tetapi kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita” (1 Korintus 6:9-11).
Saudara, perhatikan pemakaian kata “telah” pada kata-kata kerja dalam 1 Korintus 6:11, semuanya menunjukan bahwa “penyucian, pengudusan dan pembenaran” itu sudah lengkap dikerjakan oleh Allah di dalam Kristus. Jadi, karena semuanya telah dilakukan Allah bagi mereka, maka mereka memiliki kewajiban kepada Allah untuk memakai tubuh mereka bagi pelayanan dan bagi kemuliaan Allah.
Jemaatku yang kekasih,
Kita memang adalah orang-orang yang telah dibebaskan, tetapi ada prinsip berikut yang disampaikan Paulus kepada kita, yaitu bahwa tidak semuanya berguna. Sebab kegemaran pada suatu kebiasaan yang sampai menguasai diri seseorang bukan lagi merupakan sebuah kebebasan, melainkan perbudakan. Ini yang tidak patut terjadi dalam kehidupan Kristen.
Paulus menyatakan bahwa segala sesuatu adalah boleh baginya. Di satu sisi ini benar. Kita bebas melakukan segala sesuatu, sebab setiap orang Kristen adalah orang-orang yang telah dibebaskan Kristus. Orang Kristen adalah orang-orang yang tidak lagi hidup dalam perhambaan. Namun, perhatikan kalimat selanjutnya, “tetapi bukan semuanya berguna.” Hal ini menyatakan bahwa di dalam kebebasan yang telah diberikan Allah kepada kita, ada batasan-batasan yang patut kita mengerti dengan bijaksana. Jangan karena orang Kristen adalah orang percaya yang telah merdeka di dalam kristus, maka kita dapat hidup semaunya. Tidak saudara! Allah memberikan batasan-batasan bagi kita dalam kasih kepada Tuhan dan gereja-Nya.
Spiritual Kristen seharusnya tidak diwarnai dengan semangat mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Esensi iman Kristen bukan sekumpulan larangan. Etika Kristen bukan hanya untuk boleh atau tidak, namun ada pertanyaan yang lebih penting, yaitu apakah segala sesuatu itu berguna atau tidak? Berguna untuk apa atau berguna bagi siapa? Yang pasti, apakah itu berguna untuk membangun saya, membangun orang lain, dan akhirnya membangun jemaat? Dan terlebih penting adalah apakah itu berguna untuk kemuliaan Tuhan! Jika semua itu jawabannya adalah “ya” maka kita dapat melakukannya dengan hati nurani yang bersih dan melalui iman, melakukan semua ini untuk Tuhan. Tetapi jika apa yang kita kerjakan itu tidak berguna, maka mau tidak mau, kita harus berhenti melakukannya. Dalam hal ini, dosa tidak hanya dalam prinsip boleh atau tidak boleh, tetapi juga dimengerti dalam hal berguna dan membangun atau tidak.
Sebab pada dasarnya apa yang tidak berguna justru berpotensi untuk membuat kita kecanduan dan ketagihan. Kesenangan yang pada dasarnya tidak salah, tetapi dapat menjadi salah bahkan berdosa, ketika hal itu mulai menguasai dan mengikat kita.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Ketika saya berhadapan dengan seorang perokok, saya selalunya mengingatkan untuk tidak lagi menjadi perokok. Namun saudara, saudara pastinya bisa menebak jawaban apa yang biasanya mereka sampaikan, khususnya orang Kristen yang merokok: “Alkitab tidak pernah melarang kita untuk merokok, kalau ya coba kamu tunjukkan ayat mana yang mengatakan seseorang tidak boleh merokok?” Mendengar pertanyaan dia, saya jadi berpikir, orang ini sepertinya tidak mengerti esensi dari kekristenan itu sendiri. Mereka tidak sadar bahwa pola berpikir mereka masih dipengaruhi oleh filsafat Yunani yang menghalalkan segala hal tanpa dasar yang jelas. Inilah realitas saudara. Dan realitas selalunya menunjukkan, orang-orang yang tidak mengerti konsep dirinya, lalu bersembunyi dibalik ayat-ayat untuk membenarkan sikapnya.
Kalau kita mau kaitkan hal ini dengan bagian firman Tuhan yang kita renungkan, maka jawabannya sangat mudah! Apakah rokok itu menyehatkan? Apakah di dalam rokok terkandung multivitamin yang mampu menjaga kesehatan tubuhnya, kesehatan orang-orang di sekitarnya? Tidak bukan! Yang ada justru 12 zat racun di dalam setiap batang rokok. Tetapi mengapa kebiasaan merokok begitu sulit ditinggalkan?
Karena para pecandu rokok telah terikat, rokok telah memperbudak dirinya sehingga orang yang kecanduan rokok, sangat sulit membebaskan diri. Padahal ini hanya menyangkut soal gaya hidup. Perlu kita tahu saudara, kegemaran pada suatu kebiasaan yang sampai menguasai diri seseorang bukan lagi merupakan kebebasan, melainkan perbudakan. Para perokok sebenarnya sedang diperbudak oleh rokok yang akan membawanya kepada kerusakan tubuh.
Suatu hari, seorang karyawan bertanya kepada pemilik perusahaan rokok:
Karyawan : maaf bos, mau tanya…
Boss            : Silahkan!
Karyawan : Bos, kan punya pabrik rokok. Tapi kenapa bos, saya lihat ngga pernah merokok? Anak-anak bos tidak ada yang merokok, bahkan saya lihat keluarga besar bos juga tidak ada yang merokok, kenapa bos?
Boss            : Hmmhmmm (bosnya tertawa sinis) pake mata kamu, Nih baca!
Karyawan : Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin.
Boss            : Ngerti? Mau apa kami jadi orang kaya kalau kami penyakitan? Ya kankerlah, ya jantunglah, ya impoten, pikir dong oleh saudara!
Karyawan : Bener juga ya boss, tapi kenapa boss masih bikin rokok?
Boss            : Heh, rokok itu dibuat untuk orang-orang yang ngga bisa baca! ngerti? Jadi kalau ada orang yang masih merokok walaupun ia tahu banyak negatifnya, berarti dia tidak bisa membaca….
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Mari kita perhatikan apa yang diajarkan firman Tuhan bagi kita? Pertama, Paulus ingin memberikan satu pengajaran bahwa tubuh itu berharga di mata Tuhan. Paulus menuliskan: “Makanan adalah untuk perut dan perut untuk makanan; tetapi kedua-duanya akan dibinasakan Allah. Tetapi tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan dan Tuhan untuk tubuh (1 Korintus 6:13). Satu silogisme yang salah jika menyamakan makanan, perut dan tubuh. Sekalipun ketiganya saling memerlukan, tetapi tubuh tidak sama dengan makanan atau perut, sebab ketiganya yang akan binasa. Dalam ayat 19 Paulus menuliskan, “Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, - dan bahwa kamu bukan milikmu sendiri?” (1 Korintus 6:19).
Dalam bagian ini, tubuh dikatakan adalah tempat tinggal pribadi Roh Kudus. Tubuh setiap orang percaya adalah merupakan bait Roh Kudus (band. 1 Korintus 3:16). Dalam Bahasa Yunani, ada dua kata yang dipakai untuk menyatakan kata bait, yaitu “heiron” dan “naos”Heiron menunjuk kepada keseluruhan bangunan bait Allah, sedangkan naos menunjuk kepada ruang Mahakudus dimana Allah hadir dan bertahta di situ.
Ketika Paulus mengatakan tubuh kita adalah bait Roh Kudus, maka kata bait yang dipakai adalah “naos”. Ini berarti bahwa tubuh kita adalah ruang Mahakudus yang di diami oleh Roh Kudus. Kehadiran Roh Kudus dalam tubuh kita menjadi tanda bahwa kita adalah milik Allah. Kita satu Roh dengan Tuhan dan harus mempersembahkan tubuh kita kepada-Nya sebagai korban yang hidup (Roma 12:1-2). Karena tubuh kita adalah milik Allah, maka bagaimana mungkin kita akan menyerahkan tubuh kita untuk pencemaran atau memakai tubuh kita bagi tingkah laku yang melanggar kesusilaan? Bahkan kalau suatu hari tubuh kita akan berhenti berfungsi dan kembali kepada tanah, ingatlah apa yang dikatakan oleh Firman dalam ayat 14, bahwa “Allah, yang membangkitkan Tuhan (Yesus), akan membangkitkan kita juga oleh kuasa-Nya. (Band. 1 Tesalonika 4:13-18). Dengan demikian betapa berartinya tubuh kita ini.
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Berbicara soal makanan, ternyata makanan bukan hanya soal mengisi “kampung tengah,” seperti yang biasa disebut oleh salah satu suku di Indonesia. Tetapi makanan juga menyangkut seni – baik dari cara memasaknya, cara menghidangkannya sampai ke gaya menikmatinya. Tetapi makanan juga bisa masuk kepada gengsi – makanya ada banyak restoran dengan cita rasa tinggi. Semakin maju suatu peradaban, semakin berkembang juga budaya kuliner ini. Kota Koritus tentunya tidak kurang pilihan menyediakan berbagai makanan yang mampu menarik lirikan mata, mengaktifkan kelenjar liur, siap membuat lidah bergoyang dan perut kita berdendang. Yang pasti, rangsangan terhadap makanan juga turut menjadi masalah iman, berkaitan dengan masalah halal atau tidak halal. Sebab, bagaimana kita menempatkan arti makanan dan bagaimana kita membelanjakan uang untuk makanan, adalah ungkapan dari apa yang kita pandang penting dalam hidup ini.
Sejarah pernah mengisahkan beberapa orang yang mati gara-gara makanan, seperti dikisahkan Citra Dewi dalam liputan.com: Pertama, Denis Diderot, ia seorang filsuf Prancis yang hidup di abad ke-18, Denis Diderot dikenal dengan gemar makan dan kadang-kadang terlalu berlebihan. Pada suatu hari di tahun 1784 ketika ia sedang makan dengan isterinya, Diderot mengambil sebuah apricot sebagai makanan penutup. Isterinya yang khawatir akan kesehatan Diderot, menegurnya. Namun Denis malah berkata: “Setan mana menurutmu yang akan melakukannya untukku?” Tidak lama setelah menyantap makanan itu, Diderot pun meninggal dunia.
Yang kedua adalah Adolf Frederick, ia adalah seorang Raja dari Swedia. Ia dikenal sebagai sosok yang gemar makan. Ia meninggal setelah mengkonsumsi makanan dalam jumlah besar pada tahun 1771, ketika merayakan Mardi Gras. Raja Frederick yang kala itu berusia 60 tahun, memang menyingkirkan hidangan seperti lobster, kaviar, sauerkraut, kippers, dan champagne. Namun ia memutuskan untuk mengkonsumsi hidangan penutup tradisional Swedia, sejenis roti isi krim bernama Semla yang disajikan dalam mangkuk susu sebanyak 14 potong. Tak heran, ia mengalami masalah pencernaan serius dan kemungkinan keracunan makanan yang akhirnya merengut nyawanya.
Sekarang mari kita lihat jawaban Firman Tuhan akan hal ini, dikatakan: “Makanan adalah untuk perut dan perut untuk makanan: tetapi kedua-duanya akan dibinasakan Allah” (1 Korintus 6:13). Maksudnya adalah perut dan makanan merupakan hal-hal yang akan berlalu; akan tiba saatnya keduanya akan lenyap. Tetapi tubuh, kepribadian manusia secara keseluruhannya tidak akan binasa; ia diciptakan untuk bersatu dengan Kristus di dunia ini dan masih tetap bersatu erat sampai selamanya.
Jadi bagaimakah agar kita tercegah dari dosa soal makanan, ada dua prinsip yang harus kita pegang: Pertama, Jangan pernah mau diperhamba oleh makanan. Makanlah makanan secukupnya. Kita harus mampu membatasi diri ketika kita mengkonsumsi makanan. Ingat makanan adalah untuk menunjang hidup, bukan hidup untuk makan! Jadi ketika kita menyadari bahwa kita perlu membatasi diri terhadap makanan yang kita makan, ya jangan dilanggar. Kedua, buatlah prioritas yang benar dalam memilih makanan. Tuhan memberikan kita akal dan pikiran, pastinya di dalamnya Ia ingin kita berhikmat dalam mengelola keuangan khususnya untuk kebutuhan makan.
Bapak/ ibu yang kekasih,
Kita harus belajar menghargai tubuh kita sebagaimana Tuhan menghargai tubuh kita, bahkan Ia sendiri berkenan tinggal di dalamnya. Sebab demikianlah firman Tuhan berkata: “Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus? Akan kuambilkah anggota tubuh Kristus untuk menyerahkannya kepada percabulan? Sekali-kali tidak!” (1 Korintus 6:15) Ayat ini mau menegaskan kepada kita saudara, bahwa setiap orang percaya memiliki keterikatan dengan Kristus. Ia menjadi milik Kristus. Anggota tubuh Kristus. Jika demikian, akankah kita serahkan apa yang menjadi milik Kristus kepada hal-hal yang najis dan kotor? Pasti tidak bukan!
Yang berikutnya Paulus mengingatkan akan bahaya sebuah percabulan. Perhatikan ayat 13 bagian b, “…tetapi tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan dan Tuhan untuk tubuh.” (1 Korintus 6:13). Saudara, di dunia yang serba canggih seperti saat ini, sepertinya tidak ada ruang bagi percabulan dapat disembunyikan. Godaan ini bukan hanya melibatkan orang dewasa, anak-anak muda, anak-anak kecil pun sangat rentan dengan dosa yang satu ini. Saya pernah membaca satu artikel yang diterbitkan oleh keepo.me artikel ini diberi judul yang sangat menarik, “Kalau saja prostitusi dilegalkan di Indonesia, Mungkin 7 hal buruk inilah yang akan kita rasakan. Jangan sampai terjadi deh”. Artikel yang diposting tanggal 21 Januari 2017 oleh Yogi Prandita, ini memberikan 7 pandangan seandainya prostitusi dilegalkan di Indonesia. 1. Pandangan tentang hubungan seks akan mengalami pergeseran, 2. Jumlah PSK pasti semakin banyak, 3. Puluhan tempat prostitusi baru akan bermunculan, 4. Menjadi ladang korupsi baru, 5. Hilangnya harga diri wanita, 6. Penyebaran penyakit makin tinggi, 7. Perdagangan manusia yang tidak terkendali. Di akhir artikelnya ia menyebutkan: “Hal-hal yang disebutin di atas mungkin aja terjadi kalau bener-bener prostitusi itu dilegalkan. Bahkan bangsa kita ini akan cepat hancur terutama pada moralitasnya guys.”
Saudara, memang kita mempunyai keinginan-keinginan tertentu yang normal, yang diberikan oleh Allah pada waktu penciptaan. Tetapi bukan berarti bahwa kita harus menyerahkan diri kepada seks dan selalu memuaskannya. Seks di luar pernikahan selalunya akan merusak, sedangkan seks di dalam pernikahan dapat sangat indah dan membangun. Bagi sebagian orang, seks di luar pernikahan mungkin saja menimbulkan kegembiraan dan kenikmatan, tetapi pengalaman itu tidak akan memperkaya hubungan mereka. Seks di luar pernikahan bagaikan seseorang yang merampok bank; ia memperoleh sesuatu, tetapi bukan kepunyaannya dan pada suatu hari ia harus membayarnya. Sedangkan seks di dalam pernikahan bagaikan seseorang yang menyimpan di bank: ada rasa aman, lega, dan ia akan beruntung.
Orang Kristen seharusnya dapat menguasai diri bukan dikuasai oleh sesuatu yang pada akhirnya mengikat kita. Kita harus dapat menghargai diri kita sendiri. Dan jangan membiarkan diri kita diikat oleh apa pun termasuk keinginan kita sendiri.
Dalam hidup kita di dunia ini, banyak prinsip yang ditawarkan justru bertolak belakang dengan firman Tuhan. Dunia mengajarkan hidup sebagai tuan yang sejati, dalam pengertian sanggup melakukan apa saja yang manusia inginkan. Menghalalkan segala cara. Mereka bekerja untuk mencari kepuasan diri, sehingga mereka berusaha semampu mereka. Banting tulang supaya tercapai tingkat kepuasan.
Dalam hidup rumah tangga pun prinsip ini mereka pakai, mereka menjalani pernikahan demi kepuasan diri. Makanya tidak heran saudara, jika mereka kawin cerai, kawin lagi, sebentar cerai lagi dengan alasan karena sudah tidak ada kecocokan. Pernikahan hanya diukur sebatas cocok atau tidak cocok, yang menunjukkan betapa rendahnya nilai sebuah pernikahan yang seperti ini.
Pertanyaanya adalah, pernahkah daging ini merasa puas? Pernahkah manusia merasa puas dengan apa yang menjadi pencapaiannya? Yang terjadi adalah, ketika keegoisan manusia menguasai hidupnya, maka manusia tidak akan pernah mengalami kepuasan. Ia akan mencari yang lebih lagi, kalua tidak bisa hari ini di dapat, mungkin besok, kalau tidak bisa besok mungkin lusa. Sehingga orang yang terjebak akan hal ini akan berpikir, kalau hari ini saya tidak bisa mendapatkannya, siapa yang akan saya mangsa besok. Ini adalah pikiran yang jahat saudara!
Hal ini bertentangan dengan prinsip firman Tuhan yang mengatakan bahwa justru hidup kita harusnya tidak berada di bawah perhambaan diri sendiri. Alkitab mengajarkan seharusnya hidup kita hanya dikuasai oleh Tuhan, bukan dikuasai oleh hawa nafsu, oleh pemikiran dunia, oleh tuntutan masyarakat, oleh penilaian orang lain, tetapi oleh Tuhan.
Untuk menegaskan statmentnya, Paulus kembali mengutip bagian Firman Tuhan yang terambil dalam Kejadian 2:24“Atau tidak tahukah kamu, bahwa siapa yang mengikatkan dirinya pada perempuan cabul, menjadi satu tubuh dengan dia? Sebab, demikianlah kata nas: ‘keduanya akan menjadi satu daging’” (1 Korintus 6:16). Maksudnya saudara, orang yang menjerumuskan dirinya kepada perempuan pelacur, ia bukan hanya telah merampas apa yang menjadi milik Tuhan, tetapi sesungguhnya ia telah mengikatkan dirinya dengan sebuah ikatan baru di luar Tuhan.
Apakah Tuhan menciptakan seks untuk mengacaukan rumah tangga manusia? Atau untuk menghancurkan dunia? Jawabannya adalah “tidak.” Kejadian 1 dan 2 justru mencatat bahwa Allah menciptakan laki-laki dan perempuan sungguh amat baik. Allah sendiri mengatakan “tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja” (Kejadian 2:18). Dan di dalam kejadian 2:24 merupakan pernikahan manusia pertama yang sangat terhormat yang pernah terjadi. Mengapa saudara? Sebab Allah sendirilah yang langsung menanganinya sejak awal. Inilah pernikahan yang diciptakan dalam keadaan tanpa dosa.
Lagi pula laki-laki dan perempuan memiliki keinginan yang datang dari dirinya sendiri, khususnya keinginan seks. Setiap orang bergumul dengan keinginan ini. Kalau keinginan ini tidak ditaklukan, ia akan melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia akan melahirkan maut yang pada akhirnya merusak relasi kita dengan Allah (Band. Yakobus 1:14-15).
Bapak/ ibu yang kekasih dalam Tuhan,
Perbuatan tersebut membawa dampak terhadap kehidupan pernikahannya, karena ketika ia bersatu dengan orang yang ia berbuat cabul, berarti ia membatalkan ikatan pernikahan yang sah yang ia ikrarkan di hadapan Tuhan. Maka dalam Matius 19:9: Tuhan Yesus berkata: “Aku berkata kepadamu: ‘barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah” Ungkapan “kecuali karena zinah” menjelaskan, tidak ada satu hal pun yang dapat membatalkan pernikahan Kristen yang sudah dipersatukan oleh Tuhan, kecuali karena zinah. Itulah sebabnya kita harus menjauhkan diri dari percabulan dan perselingkuhan.
Jadi bagaimanakah kita dapat menaklukan seks? Ingatlah bahwa seks adalah anugerah Tuhan, itu pemberian Allah. Seks diciptakan Allah bukan untuk kepuasan pribadi, sebab tubuh kita sudah ditebus oleh Tuhan Yesus Kristus dengan darah-Nya (1 Korintus 6:20). Lagipula, keindahan seks tidak bisa di dapat dengan cara merebutnya dari seseorang. Sebaliknya keindahan seks dialami seseorang ketika ia memberikan dirinya untuk pasangan hidupnya. Dengan demikian, suami isteri dapat mengucapkan terima kasih kepada Tuhan saat menikmati seks. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh seseorang di luar pernikahan. Seks di dalam pernikahan dapat membangun suatu hubungan yang akan membawa sukacita di masa yang akan datang. Tetapi seks di luar pernikahan pada dasarnya hanya akan melemahkan hubungan di masa yang akan datang, yang akan membawanya pada tingkat bersalah sepanjang umurnya, jika tidak segera ditangani.
Sidang jemaat yang kekasih,
Kristus mati bukan untuk menyelamatkan sebagian kecil dari seorang manusia, melainkan untuk menyelamatkan manusia secara utuh, tubuh dan jiwa. Kristus menyerahkan hidupnya untuk memberikan kepada manusia, jiwa yang sudah ditebus dan tubuh yang bersih. Oleh karena itu tubuh seorang manusia bukanlah milik manusia itu sendiri untuk melakukan apa saja yang ia inginkan; tubuh itu milik Kristus dan ia harus menggunakannya, bukan untuk kepuasan nafsu-nafsunnya sendiri, melainkan untuk kemuliaan Kristus.
Masalah makanan dan seksual selalunya menjadi dua hal yang paling mendominasi urusan fisik tubuh kita. Dan Paulus telah menyajikan suatu kontras filsafat kenikmatan dengan prinsip-printip kekristenan. Inilah etika Kristen, dan pastinya etika Kristen tidak akan bertolak belakang dengan pengajaran Alkitab.
Jadi apakah kenikmatan itu salah? Jawabannya adalah tidak! Orang Kristen bukanlah orang-orang yang menyiksa diri dan menjauhkan diri dari kenikmatan apa pun. Sebab orang-orang Kristen memiliki pandangan yang paling tepat terhadap kenikmatan karena tidak diikat oleh kenikmatan itu sendiri. Pada waktu kita terikat, sesungguhnya kita telah kehilangan kenikmatan itu. Hidup kita boleh dan bahkan harus memiliki kenikmatan sehingga dapat memuliakan Tuhan dengan menikmati Dia. Orang yang menikmati Tuhan adalah orang yang dapat memuliakan Tuhan dengan benar. Bagaimanakah seorang dapat memuliakan Tuhan jika ia tidak pernah merasakan berkat dan kasih Tuhan atas dirinya? Yang memuliakan Tuhan akan mengalami kenikmatan dan yang mengalami kenikmatan akan terus terdorong untuk memuliakan Tuhan.
Yang terakhir, kita harus ingat bahwa Tubuh kita sudah dibayar lunas oleh Kristus. Dalam 1 Korintus 6:20, Paulus berkata: “Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas di bayar.” Dalam hal ini kita perlu memperhatikan, bahwa ketika seseorang menerima Kristus, ia melepaskan hal pribadi atas tubuhnya dan mengambil tanggung jawab atas kesehatan dan vitalitas bersama dari bait Allah secara keseluruhan, yaitu Allah. Sebab Allah Bapa menciptakan tubuh kita; Allah Anak menebusnya dan menjadikannya bagian dari tubuh-Nya. Yesus Kristus telah membeli kita dengan harga yang mahal (ayat 20). Pertanyaan saya, kira-kira Yesus membayar lunas terhadap siapa? Terhadap Iblis? Tidak! Yesus tidak pernah berhutang kepada Iblis. Yesus membayar lunas terhadap Bapa yang telah mengutusnya. Jadi saudara, Yesus telah membayar lunas hutang dosa kita dengan menyerahkan nyawa-Nya di atas kayu salib. Karena Yesus sudah membayar lunas, maka sekarang kita adalah milik Kristus yang sah. Maka dalam 1 Korintus 7:23, Paulus mengingatkan pembacanya: “kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar. Karena itu janganlah kamu menjadi hamba dosa.” Demikian pula dalam Galatia 5:1, Paulus berkata: “Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan.”
Tidak ada sesuatu pun di dunia ini adalah buatan manusia itu sendiri. Seorang Kristen adalah seorang manusia yang tidak berpikir tentang hak-haknya melainkan tentang hutang-hutangnya. Dia tidak akan dapat melakukan sesuatu sesuka hatinya, karena dia tidak pernah memiliki dirinya sendiri; dia harus selalu melakukan apa yang Kristus inginkan, karena Kristus telah membelinya dengan nyawa-Nya sendiri.
Dengan demikian, saudara. Orang yang kudus adalah orang orang yang menjawab “ya” terhadap kehendak Tuhan, dan bukan hanya “tidak” terhadap dosa. Hiduplah secara positif dan muliakan Tuhan dengan segenap anggota tubuhmu. Kenikmatan melampiaskan nafsu hanya berlangsung sesaat saja, tetapi akibatnya seringkali menjadi penderitaan bertahun-tahun. 
Karena itu penting bagi kita untuk “memuliakan Allah dengan tubuh” (1 Korintus 6:20). Maka dengan mengerti pentingnya tubuh kita di hadapan Tuhan, kita akan dapat memelihara tubuh kita dengan sebaik-baiknya. Biarlah kita memakai tubuh kita ini untuk memuliakan nama Tuhan, supaya melalui tubuh kita, nama Tuhan dipuji dan ditinggikan.
 Amin.